Senin, 06 Juni 2016

Media Baru dan Kebebasan Berekspresi Media/ Pers dan Individu

Media Baru dan Kebebasan Berekspresi Media/ Pers dan Individu
Perkembangan teknologi menciptakan adanya media baru. Dengan adanya media baru, manusia bisa mendapat informasi dengan sangat mudah. Namun, hal itu juga dapat mempengaruhi pembentukan persepsi pada audiens. Sebab, informasi di media tidak pernah bersifat netral pada aspek apapun. Informasi yang disajikan media sudah mengandung suatu persepsi dari berbagai belah pihak. Informasi dapat dikatakan sebagai hasil dari kebebasan berekspresi yang dipengaruhi oleh beberapa visi. Dalam proses ini sangat menjunjung tinggi kebebasan dalam berekspresi yang digunakan sebagai penyeimbang pada hegemoni pada satu realitas saja. Pada hal ini prioritas diberikan pada kepentingan suatu pihak dalam menyuarakan pendapat dan pandangannya, pencipta dari informasi tersebut dan tentunya pemilik media tersebut.
Jika dipertimbangkan lebih lanjut, kepentingan tersebut tidak dapat dimutlakan. Kesulitan dapat hadir kembali jika realitas ingin memaksakan menjadi pembentuk opini entah secara terus terang atau tidak. Maka, peran dari pers dituntut untuk lebih kritis dan tentunya mendidik. Dalam demokrasi, kepentingan publik atau masyarakat harus diutamakan. Masyarakat tidak dapat menerima opini atau informasi yang ingin Ia terima secara paksa. Tentunya masyarakat memiliki hak untuk tidak menerima atau menolak suatu opini ataupun informasi yang mereka tidak inginkan dari media. 
Ada berbagai macam upaya untuk mengatur dan membatasi hak untuk mengekspresikan ungkapan melawan perjuangan nilai demokrasi dan untuk memberantas hal tersebut regulasi sebuah media sangat diperlukan. Pertama, regulasi media sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi yang memang dibutuhkan dalam kualitas tertentu. Media tentunya tidak dapat berlaku seenaknya dalam menampilkan sebuah informasi tanpa adanya standar kualitas yang memang memadai.Kedua, regulasi publik digunakan juga untuk menjaga aturan-aturan pada pasar agar sekiranya lebih adil untuk menghadapi dominasi ekonomi pada media-media tertentu. Ketiga, regulasi publik juga sekiranya menjamin pluralisme atau tidak adanya keterbatasan hak dalam berpendapat yang merupakan bagian penting dari prinsip demokrasi. Negara, tentunya mempunyai kewajiban dalam melindungi dan mendorong ekspresi sehingga pluralitas ini dapat menghasilkan iklim saling menghargai dan partisipasi dalam proses demokrasi.
          Sesuai pada kasus yang belakangan ini sedang marak dibahas, yaitu mengenai kebebasan ekspresi di Indonesia yang masih tidak dapat kita rasakan. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa pembasmian buku yang dianggap berbau komunis, karena dinilai buku tersebut jauh dari nilai-nilai ideologi Pancasila. Seperti dikutip dari tempo.co, Sekretaris Kabinet, Pramono menegaskan kembali bahwa Presiden Joko Widodo sudah mewanti-wanti agar para pejabat negara tidak bertindak berlebihan terhadap hal-hal berpaham kiri. Oleh karena itu, pembasmian buku berpaham kiri jangan sampai terjadi. Pramono juga menjelaskan, sebuah negara demokrasi harus menghormati kebebasan berekspresi.
             Menurut saya, apa yang dikatakan oleh Pramono adalah benar. Sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, pembasmian buku beraliran kiri seolah-olah menjadi sebuah kemunduran ke zaman Soeharto. Semua yang berkaitan dengan komunis dilarang, dibredel, bahkan bagi yang memproduksi, mendistribusi, dan mengkonsumi bisa ditangkap dan dibunuh. Selain menjunjung tinggi prinsip kebebasan berpendapat, ada pentingnya untuk bersifat kritis. Pembasian buku seharusnya dilandasi alasan yang kuat, tidak asal membasmi. Diperlukan adanya pertimbangan kritis dalam menindak lanjuti bentuk kebebasan berekspresi, contohnya pada kasus ini. 


Meiliani

14140110029

Tidak ada komentar:

Posting Komentar