Rabu, 15 Juni 2016

SYMBOLS KOMUNIKASI



KOMUNIKASI SEBAGA SUATU PROSES SYMBOLS


PENGERTIAN SIMBOLIS INTERAKSIONALISME
Simbolis interaksionalisme adalah cara kita menginterpretasikan dan memberi makna pada lingkungan di sekitar kita elalui cara kita berinteraksi dengan orang lain. Berfokus pada cara orang berinteraksi lewat simbol yang berupa kata, gerak tubuh, peraturan, dan peran. Lingkungan pertama yang mempengaruhi pembentukan makna adalah keluarga.
KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI SIMBOLIS
a.    Aliran Chicago
Suatu tindakan sosial melibatkan tiga satuan hubungan bagian, yakni suatu awal mengisyaratkan dari seseorang, suatu tanggapan untuk insyarat itu oleh yang lain, dan suatu hasil. Hasil menjadi maksud komunikator untuk tindakan.
b.    Aliran Iowa
Objek dapat manapun mengarah pada kenyataan orang: suatu hal, suatu andatu, suatu peristiwa, atau suatu kondisi. Satu-satunya kebutuhan untuk sesuatu yang untuk menjadi suatu obyek adalah bahwa orang menyebut itu, menghadirkannya secara simbolis. Kenyataan untuk orang-orang menjadi keseluruhan dari objek sosial mereka, yang mana selalu secara sosial digambarkan.
c.    Kelompok dan Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lain, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-angggotanya.

Dalam komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antar pribadi. Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” (rapat, konfrensi, pertemuan). Di sini ada komunikasi tatap muka dan punya susnan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.
Konsep Pokok Blummer tentang Teori Simbolis Interaksionalsime
a.    Konsep diri: manusia mampu memandang dirinya sebagai objek pikirannya sendiri dan berinteraksi dengan dirinya sendiri.
b.    Konsep kegiatan: manusia menghadapkan dirinya dalam berbagai hal seperti tujuan, perasaan, kebutuhan, perbuatan, dan harapan serta bantuan orang lain, citra dirinya, cita-citanya, dll.
c.    Konsep objek: inti hakikat objek bukan ditentukan oleh ciri-cirinya, melainkan oleh minat seseorang dan makna yang dikenakan pada objek tersebut.
d.    Konsep interaksi sosial: suatu proses hubungan timbal balik yang dilakukan oleh individu dengan individu, individu-kelompok, kelompok-individu, kelompok-kelompok dalam kehidupan sosial.
e.    Konsep aksi bersama: kegiatan kolektif yang timbul dari penyesuaian dan penyerasian perbuatan orang-orang satu sama lain. Analisis aksi bersama ini menunjukkan bahwa hakikat masyarakat, kelompok, atau organisasi tidak harus dicari dalam struktur relasi yang tetap, tapi dalam proses aksi yang sedang berlangsung.
ISTILAH POKOK TEORI SIMBOLIS INTERAKSIONALISME :
      Identities, yaitu pemaknaan diri dalam pengambilan peran.
      Language, suatu sistem symbol yang digunakan bersama diantara anggota kelompok sosial.  Dimana bahasa punya 4 komponen yaitu subjek, objek, symbol, dan referen.
      Looking glass self, gambaran mental sebagai hasil dari mengambil peran orang lain.
      Meaning, tujuan dan atribut bagi sesuatu Mind, proses mental yang terdiri dari self, interaksi, dan refleksi.
      Role taking, kemampuan untuk meliht diri seseorang sebagai objek sehingga didapatnya  gambaran bagaimana dia lain melihat orang lain tersebut.
Self-concept, tentang konsep diri Self-fulfilling prophecy, tentang harapan untuk pemenuhan diri.

MELEK MEDIA


MELEK MEDIA....


      Literasi media adalah hal yang sangat penting terutama di era digital seperti saat ini yang memiliki perputaran informasi sangat cepat. Berita nasional di Indonesia sendiri memiliki perputaran yang sangat cepat karena adanya media online. Salah satu berita yang menjadi sorotan dan headline di beberapa media adalah tentang maraknya lambang palu arit yang sering dikaitkan dengan partai komunis yang memiliki catatan hitam di Indonesia. Namun ternyata dibalik itu semua, beberapa masyarakat terutama generasi Y dan generasi Z belum tidak terlalu paham mengenai pemberitaan tersebut. Mereka hanya mengikuti tren tanpa mengetahui sejarah dibalik headline dari media- media di Indonesia.
      Melihat kenyataan tersebut, munculah pertanyaan, sudah sejauh mana literasi media diterapkan di Indonesia? Dan apa hubungannya dengan kebebasan berekspresi?
      Media membantu masyarakat untuk bisa mendapatkan informasi, akan tetapi hal tersebut juga dapat memperngaruhi pembentukan opini pada masyarakat. Informasi tidak pernah bersifat netral pada semua aspek, dalam kata lain sudah mengandung suatu persepsi dari berbagai belah pihak. Informasi dapat dikatakan sebagai hasil dari kebebasan berekspresi yang dipengaruhi oleh beberapa visi.

LITERASI MEDIA: KEMELEKAN MEDIA ADALAH YANG UTAMA

      Menurut Gutterez dan Hottmann, literasi media adalah kegiatan meningkatkan pemahaman siswa dalam memahami dan menikmati media. Memfasilitasi caranya memahami media, memahami terbentuknya media, dan memahami media mengonstruksikan kenyataan.
      Idealnya literasi media diberikan secara formal lewat pembelajaran di kelas, namun sebenarnya literasi media bisa dilakukan secara non- formal terlebih dahulu lewat fase pertama dalam hirarki sosial manusia. Literasi media seorang individu pertama kali harusnya diberikan oleh keluarga, setelah itu diteruskan oleh pihak kedua yaitu sekolah dan perguruan tinggi (pendidikan), dan yang terakhir literasi media harus disadari oleh individu itu sendiri. Selain pendidikan formal, pemerintah yang berkuasa suatu negara harusnya ikut membangun kemelekan media tersebut. Pemerintah bisa menggunakan ruang publik untuk membentuk kesadaran masyarakat terkait kemelekan media. Pemerintah dapat membentuk pandangan warga negaranya agar mampu mengonsumsi media yang sesuai dengan kebutuhannnya.
      Keberhasilan literasi media, tidak lepas dari faktor- faktor di dalam suatu negara. Ada 3 faktor yang memengaruhi penerapan literasi media, berikut penjelasannya:

1.    Budaya
Bagi negara yang memiliki budaya demokrasi dan mendukung kebebasan, literasi akan lebih mudah dilakukan bila dibandingkan dengan negara yang memiliki pemerintahan tangan besi dan mengekang kebebasan bagi warganegaranya.
2.    Kebebasan berekspresi
Semakin tinggi tingkat kebebasan suatu negara dalam meberikan ruang bagi warganya untuk berekspresi maka semakin berhasil juga program melek media dalam dilaksanakan.

3.    Aktivitas penduduk
Jika penduduk memiliki tingkat pendidikan yang baik dan memiliki peran aktif dalam mendukung berlangsungnya sebuah Negara maka literasi media akan sangat berhasil dilakukan di negara tersebut.

KEBEBASAN BEREKSPRESI
          Kaitannya literasi media dan kebebasan berekspresi sangatlah erat, selain warga negara yang memiliki kebebasan berekspresi, media juga berhak berekspresi terhadap informasi- informasi yang akan disampaikannya lewat headline berita. Hal yang menjadi sorotan adalah kebebasan berekspresi media terutama di Indonesia masih dicampuri oleh kepentingan pemilik media. Jika pada masa orde baru media hanyalah corong pemerintah, saat ini kepentingan pemilik media sangat mengambil peran dalam berjalannya sebuah media.
             Kita dapat melihat contoh kasus yang terjadi pada dua stasiun televisi besar, TV ONE dan Metro TV yang kala pilpres 2014 berlangsung membela kubu yang didukung oleh masing- masing pemilik media. Praktik kebebasan berekspresi saat itu bagi kedua media tersebut mati karena campur tangan pemilik media. Kasus seperti harusnya dapat dihindari dengan adanya literasi media sehingga tidak mengganggu kebebasan berekspresi bagi penikmat media dalam menentukan keputusan terutama keputusan politik.
KONSTRUKSI MEDIA
          Untuk mendukung keberhasilan literasi media, sebagai individu kita harus mengenal teori konstruksivisme yang merupakan dasar dari terbentuknya sebuah media. Berikut penjelasan mengenai konsep konstruksivisme media:

1.    Media merupakan hasil konstruksi.
Konten media merupakan cerminan dari kenyataan yang berlangsung. Pada kenyataannya  media menyajikan produksi redaksi yang terpengaruh oleh budaya ekonomi dan politik di media tersebut.
2.    Representasi media mengonstruksi realitas.
Individu menerima pesan media dan menjadikan pesan tersebut sebagai tuntunan hidupnya dalam beraktivitas.
3.    Pesan media berisi nilai dan ideologi media.
Pesan media yang terkontaminasi kepentingan pemilik media/ pemimpin redaksi terkadang harus dikritisi, karena mungkin saja terdapat propaganda terselubung di dalamny
4.    Pesan media berimplikasi sosial dan politik.
Konten yang disampaikan media dapat berimplikasi terhadap sosial dan budaya di sebuah negara.


Informasi dari media yang merupakan hasil konstruksi harusnya tidak ditelan secara mentah- mentah oleh penggunanya. Perlu diingat bahwa semua orang perlu memahami media dan mendapatkan pendidikan literasi media, hal ini penting agar individu dapat memahami secara utuh informasi yang disampaikan oleh media, dan tidak menimbulkan kebingungan serta keraguan akan suatu informs.

NAMA : NUR ZUKHRUFILLAH
NIM: 14140110413